Download ilana tan in a blue moon pdf
Lagi pula, apakah kau benar-benar ingin menghajar- nya di tengah-tengah pesta pernikahan Tyler? Kau tahu aku lebih jago berdansa dari- pada Spencer. Tyler dan Spencer masing-masing berusia delapan dan enam tahun lebih tua daripada Sophie. Apabila melihat dari penampilan luar, semua orang pasti tahu bahwa Sophie bu- kan saudara kandung mereka berdua. Tyler dan Spencer bertubuh jangkung, berambut cokelat terang, dan bermata biru cerah.
Tetapi, walaupun mereka bukan kakak-kakak kan- dung Sophie, mereka selalu memperlakukan Sophie seperti adik kandung mereka sendiri. Ketika orangtua mereka meninggal dunia dalam kecela- kaan lalu lintas, Sophie yang masih duduk di bangku SMA 24 pun pindah dari Chicago ke New York untuk tinggal ber- sama kakek dan neneknya.
Saat itu Tyler baru mulai bekerja di perusahaan iklan New York dan Spencer masih menjalani kuliah kedokterannya di Pennsylvania, namun mereka berdua memastikan Sophie melanjutkan sekolah dan kuliahnya di New York. Mereka jugalah yang pada akhirnya membantu mewujudkan impian Sophie membuka toko kue. Almarhum orangtua mereka dulu suka berdansa, dan kesukaan itu sepertinya me- nurun kepada anak-anak mereka.
Kau tetap orang terpenting bagiku. Kau mengerti? Tidak ada yang ber- ubah. Apa pun yang kaubutuhkan Karena itu aku sangat menyayangimu. Tapi hari ini adalah hari pernikahan- mu, jadi sebaiknya kau memikirkan dirimu sendiri dan ber- senang-senang.
Jangan cemaskan aku. Setelah kau kembali dari bulan madumu, kau boleh kembali mencemaskanku. Akhirnya Tyler mengembuskan napas dan tersenyum. Ke- dengarannya mengerikan. Reputasiku di mata para cewek pasti akan jatuh, seiring dengan harga diriku. Kenapa kalian me- lepas tikus-tikus itu di kelas Miss Fleming? Toby yang kemudian melontarkan ide melepaskan tikus-tikus putih peliharaannya di dalam kelas. Dan Lucas mengusulkan mereka melakukannya di kelas sejarah, karena Mr.
Boone, guru sejarah mereka yang sama membosan- kannya seperti mata pelajaran yang diajarnya, bukan tipe guru yang suka marah-marah. Dia hanya akan mengeluh dan me- mijat-mijat pelipisnya melihat kelakukan anak-anak. Jadi me- reka pasti aman dari hukuman. Tetapi entah bagaimana, tikus-tikus Toby berhasil melepas- kan diri dari kandang dan menimbulkan keributan besar di tengah-tengah kelas bahasa Inggris. Para anak perempuan men- jerit-jerit, beberapa anak laki-laki juga ikut berteriak-teriak ke- takutan dan naik ke meja.
Dalam hal jerit-menjerit, Miss Fleming-lah pemenangnya. Itu pertama kalinya Lucas melihat guru bahasa Inggris-nya yang bertubuh tinggi besar menjerit begitu keras ketika seekor tikus melesat ke arahnya dengan 27 membabi buta.
Lucas memberengut jengkel. Ya, tadi ia memang merasa ke- jadian itu sangat lucu. Tetapi Miss Fleming tidak sependapat. Dengan wajah merah padam karena marah, Miss Fleming me- nyeret mereka bertiga ke kantornya, mengomeli mereka habis- habisan, dan memberikan hukuman sadis kepada mereka.
Sayang sekali kita tidak bisa bertukar kelompok. Ia sudah memberitahu semua guru yang meng- awasi kegiatan persiapan bazar tentang hukuman Lucas dan teman-temannya. Mereka bertiga harus bekerja dalam kelompok 28 yang sudah ditentukan selama persiapan bazar dan sepanjang hari saat bazar diselenggarakan. Ini benar-benar mimpi buruk. Rencana Lucas mendekati Chloe Sanders pasti terancam gagal apabila gadis itu melihat Lucas mengenakan celemek konyol dan menjual kue di bazar sekolah.
Setelah berpisah dengan teman-temannya yang harus berga- bung dengan kelompok lain, Lucas berjalan dengan langkah malas ke dapur sekolah yang ternyata adalah markas kelompok pembuat kue. Guru yang mengawasi kelompok ini adalah Miss Jenkins, guru kesenian, yang masih muda dan bersuara lirih. Senang sekali kau memutuskan ikut membantu. Ia memandang ke sekeliling ruangan dan bulu kuduknya meremang menyadari bahwa ia satu-satunya laki-laki di sana.
Jangan salah, Lucas sama sekali tidak kesu- litan menghadapi anak perempuan. Ia malah sering dikerubungi anak perempuan. Tetapi ini keadaan yang berbeda. Ia harus melakukan kegiatan perempuan bersama anak-anak perem- puan. Reputasinya tidak akan tertolong lagi. Sepertinya ia berharap Lucas langsung tahu apa yang harus dilakukannya tanpa perlu diberitahu. Lucas kembali mengedarkan pandangan ke sekeliling ruangan. Ia tidak mengenal sebagian besar anggota kelompok 29 pembuat kue itu.
Akhirnya Lucas memilih menghampiri seorang anak perempuan berambut merah keriting dan berwajah bintik-bintik. Adik-adik kelas jauh lebih mudah didekati dan lebih mudah dibuat terpesona. Anak perempuan itu terkesiap dan matanya melebar mena- tap Lucas. Menurut Lucas, melongo seperti itu sangat tidak sopan, tetapi ia sudah terbiasa melihat anak-anak perempuan yang tidak berkutik di hadapannya.
Lucas berbalik dan melihat seorang anak perempuan ber- wajah Asia, bertubuh kurus kecil dengan rambut panjang dike- pang berjalan menghampiri mereka sambil membawa sebuah kantong belanjaan yang terlihat berat. Lucas ingin memutar bola matanya. Menunjuk seseorang juga sangat tidak sopan. Anak perempuan berwajah Asia itu menatap Lucas dengan bingung.
Walaupun bertubuh kecil, nada suaranya terdengar dewasa. Aku ditugaskan membantu di sini. Lucas menerima kantong belanjaan yang disodorkan dan me- nyadari bahwa kantong itu memang seberat yang terlihat. Anak perempuan itu mengangkat alis. Ia mengangkat wajah dan melihat kakeknya berjalan memasuki dapur apartemennya dengan balutan jubah tidur yang tebal 31 dan langkah tertatih-tatih.
Tidurmu nye- nyak? Astaga, sudah berapa lama ia duduk melamun di meja sarapan? Selu- ruh apartemennya terasa hangat dan nyaman. Lalu ia menuangkan secangkir kopi panas lagi untuk dirinya sendiri. Aku sudah memberimu waktu semalaman untuk memikirkannya. Kemarin malam ketika Lucas mengan- tarnya pulang, kakeknya sama sekali tidak mengungkit ten- tang Sophie Wilson.
Sepanjang perjalanan, kakeknya mem- bicarakan hal-hal lain: cuaca dingin bulan Desember di New York yang membuat tulang-tulangnya ngilu, lalu lintas New 32 York yang membuatnya nyaris selalu mengalami serangan jantung, orangtua Lucas yang sudah tidak sabar ingin Lucas kembali ke Chicago untuk merayakan Natal bersama.
Kau seharusnya berterima kasih kepadaku karena aku sudah memilihkan tunangan semanis Sophie. Seandainya saja aku lima puluh tahun lebih muda. Aku yakin almarhum nenekmu pasti menyetujui pilihanku untuk- mu.
Jadi sebaiknya kau tidak mengungkit masalah pertunangan di depannya. Akhirnya ia mendesah ke- ras dan mengempaskan punggung ke sandaran kursi. Lucas menatap kakeknya, lalu memalingkan wajah. Ia yakin apabila ada orang yang paling dibenci Sophie Wilson di dunia ini, Lucas-lah orangnya. Ibunya adalah orang Korea berkebang- saan Amerika, namun dari segi fisik, Lucas jauh lebih mirip ayahnya, dengan tubuh jangkung, kulit putih, rambut cokelat, dan mata biru gelap.
Seandainya saja penyelesaiannya semudah itu. Lucas menatap kakeknya dengan curiga. Kakeknya tidak mungkin menyerah secepat itu, tetapi ia tidak berkomentar. Lucas pun mulai menyibukkan diri menyiapkan adonan panekuk. Dia lebih suka menonton pertunjukan teater. Sepertinya pagi ini akan menjadi pagi yang sangat panjang. Sophie sedang berjalan menyusuri koridor sekolah sambil mem- bawa sekeranjang kue kering ke ruang serbaguna tempat bazar sedang berlangsung ketika ia mendengar pembicaraan itu.
Suara laki-laki yang tidak dikenalnya itu berasal dari ruang kelas kosong di sebelah kanannya. Sophie menoleh dan melihat pintu ruangan itu tidak tertutup rapat. Kapan aku menempel padanya? Sophie ragu sejenak, namun akhirnya kakinya melangkah pelan mendekati pintu. Ia mengintip melewati celah pintu dan melihat Lucas Ford bersama dua orang anak laki-laki yang tidak dikenalnya.
Lucas Ford berdiri bersedekap sementara salah seorang temannya duduk merokok di samping jendela yang terbuka sedikit, dan temannya yang lain duduk berselonjor di salah satu kursi sambil menguap lebar. Kau bahkan tidak melirik Chloe Sanders ketika dia melenggang di depanmu. Apakah Lucas Ford jatuh cinta? Atau kau hanya malu mengakuinya? Mungkin saja orangtua kandungnya kriminal.
Penjahat, pembunuh, dan se- bagainya. Kita tidak pernah tahu, bukan? Apakah kalian masih berpikir aku akan tertarik padanya? Kami percaya padamu. Ia tahu ia harus segera menyingkir, tetapi kata-kata Lucas Ford masih terngiang-ngiang di telinganya, membuatnya tidak bisa bergerak.
Pintu ruang kelas terbuka dengan cepat dan Sophie berta- tapan dengan Lucas Ford. Mata biru gelap laki-laki itu melebar melihat Sophie dan ia langsung berhenti di ambang pintu.
Ia melangkah ke depan melewati Lucas Ford dan mengacungkan jari telunjuknya ke arah Sophie. Sophie menatap ketiga anak laki-laki itu bergantian, lalu tan- pa berkata apa-apa, ia memaksa dirinya berbalik dan kembali berjalan menyusuri koridor. Selangkah demi selangkah. Dia bisu atau apa? Kurasa kau benar, Lucas.
Pasti ada sesuatu yang tidak beres dengan otaknya. Ia tidak akan menangis di de- pan mereka. Tidak akan. Walaupun begitu, setetes air mata sempat jatuh mengenai tangannya yang mencengkeram erat keranjang kue sampai buku- buku jarinya memutih.
Sejak hari itu, entah bagaimana, gosip tentang dirinya mulai tersebar di sekolah. Sebagian orang yang dulunya mengaku se- bagai teman-temannya mulai menghindarinya. Orang-orang 38 mulai menatapnya dengan tatapan aneh. Tatapan aneh mening- kat menjadi sindiran sinis. Sindiran sinis berubah menjadi se- rangan verbal yang terang-terangan. Serangan verbal dengan cepat meningkat menjadi gangguan fisik.
Hari-harinya di seko- lah berubah menjadi mimpi buruk dalam sekejap mata. Semua itu gara-gara Lucas Ford. Laki-laki itulah yang me- mulai gosip tentang diri Sophie dan dia sama sekali tidak me- rasa bersalah.
Tidak sedikit pun. Bagaimana Sophie bisa merasa yakin tentang hal itu? Well, kaki Sophie pernah dijegal sese- orang ketika ia sedang berjalan sambil membawa setumpuk kertas esai yang harus diserahkannya kepada guru. Ia jatuh terjerembap dan kertas-kertas esainya jatuh berserakan. Semua orang tertawa. Tidak ada seorang pun yang membantunya. Lucas Ford juga ada di sana. Dan dia ikut tertawa. Di bulan Desember di tahun pertama SMA-nya, Sophie un- tuk pertama kalinya merasa hidupnya tidak berarti.
Sophie menurut, duduk di samping kakeknya dan me- nyandarkan kepala ke bahu kakeknya yang kurus. Kakek mereka tinggal sendirian, jadi Sophie dan kakak-kakaknya selalu me- nyempatkan diri datang mengunjungi kakek mereka sesering mungkin. Setelah nenek mereka meninggal dunia dua tahun lalu, Sophie dan kakak-kakaknya tidak ingin kakek mereka tinggal sendirian di Brooklyn.
Namun, karena kakek mereka me- nolak tinggal bersama salah seorang di antara mereka, me- reka pun membujuk kakek mereka pindah ke kompleks apartemen dengan fasilitas serbalengkap di Manhattan yang khusus diperuntukkan bagi para pensiunan dan orang-orang lanjut usia. Kau tahu aku sudah terlalu tua un- tuk menghadapi kedua anak nakal itu. Hanya kakeknya yang masih menyebut Spencer dan Tyler anak-anak walaupun usia mereka sudah 40 di atas tiga puluh tahun. Tetapi untunglah Spencer dan Tyler tidak ada di dekat mereka ketika Gordon Ford menyebut- nyebut tentang pertunangan Sophie dengan Lucas Ford ke- marin malam.
Sophie tidak bisa membayangkan bagaimana reaksi kakak-kakaknya apabila mereka mendengar komentar itu. Ford bisa berkata seperti itu? Sophie mengangkat kepala dari pundak kakeknya dan mendesah. Bagaimanapun, sepuluh tahun sudah berlalu.
Ia tidak pernah tahu bagaimana kakeknya selalu bisa menarik kesimpulan yang tepat. Tidak akan menjadikan semuanya baik-baik saja. Sophie menarik napas panjang. Aku ya- kin aku tidak akan bertemu dengan Lucas Ford lagi. Angin bulan Desember yang di- ngin menerpa wajahnya, membuat Sophie harus berjalan 43 dengan kepala ditundukkan. Ia menjejalkan kedua tangan ke saku jaket tebalnya dan berjalan cepat di sepanjang trotoar ke arah toko kuenya.
Lonceng kecil yang tergantung di atas pintu depan ber- denting nyaring ketika ia mendorong pintu dan masuk ke toko kecil bergaya Prancis yang didominasi warna putih dan ungu pucat. Ia mengembuskan napas lega ketika rasa hangat di dalam toko mulai menjalari tubuhnya. Kakekmu baik? Spencer tidak bisa tinggal lama karena mendapat panggilan mendadak dari rumah sakit. Left Behind. Christina menggemari pertunjukan teater, sama seperti Sophie, dan selalu memasang lagu-lagu dari pertunjukan mu- sikal di dalam toko.
Sophie bergumam membenarkan. Aku akan ke dapur dan meminta George membantumu di sini kalau per- lu. Tidak ada lagi yang bisa merusak suasana hatiku hari ini. Hidup tidak selalu berjalan seperti yang kita inginkan. Seharusnya Sophie tahu itu. Ia selalu rajin mengirimkan surat la- maran, namun sampai saat ini belum ada hasil berarti. Sophie mengakui bakat George, karena itulah ia mempekerja- kan George di toko kuenya agar pemuda itu bisa memper- banyak pengalaman.
Sophie berjalan ke arah telepon yang tergantung di din- ding dapur dan meraih gagangnya. Kuharap kau masih ingat padaku. Tentu saja, Mr. Apa kabar? Terima kasih. Aku tadi sempat menghubungi ponselmu, tapi tidak diangkat. Aku mening- galkan ponselku di meja ruang kerjaku, jadi Ia tidak suka berbohong, ter- utama kepada orang tua.
Hal itu membuat perasaannya tidak 46 enak. Sayang sekali. Maafkan aku karena sudah mengganggumu. Sampai jumpa, Sophie. Apa-apaan itu tadi? Pria tua itu menjebaknya. Ia tidak percaya ini. Sophie mengerang dan mencengkeram gagang telepon dengan geram. Ia ingin melempar gagang telepon itu ke seberang ruangan, namun ia berusaha menahan diri dan memaksa dirinya meletakkan gagang telepon kembali ke tem- patnya dengan perlahan. Ia menempelkan kening ke dinding 47 di samping telepon dan mengeluarkan suara setengah menge- rang setengah terisak.
Bo sudah bekerja di A Piece of Cake sejak toko ini dibuka dan ia adalah manajer di sini. Ia berumur 45 tahun, ber- tubuh tinggi gemuk, dan berkepala botak. Dari penampilan luar, ia lebih cocok berprofesi sebagai tukang pukul daripada manajer toko kue, namun ia sangat bisa diandalkan. Bo selalu memastikan kegiatan administratif toko berjalan dengan mu- lus, sehingga Sophie bisa memfokuskan diri pada sisi kreatif- nya. Kau mau ikut ber- gabung? Memasang hiasan Natal bersama sudah menjadi tradisi mereka sejak dulu, dan Sophie tidak akan membiar- kan sesuatu yang remeh seperti Lucas Ford merusak tradisi menyenangkan itu.
Lagi pula, ada kemungkinan laki-laki itu tidak akan datang. Ya, itulah yang diharapkan Sophie. Saat itu kegiatan hias-menghias dihenti- kan sementara akibat kedatangan beberapa orang pelanggan. Mata Sophie langsung mendarat pada sosok laki-laki ber- tubuh jangkung dan berambut gelap yang sedang memung- gunginya.
Sophie berhenti melangkah sejenak, mengertakkan gigi, lalu kembali melangkah menghampiri laki-laki itu. Seolah-olah bisa menyadari kedatangan Sophie, Lucas Ford berbalik sebelum Sophie sempat mencapai dirinya. Se- belah alisnya terangkat menatap Sophie.
Wajahnya memanas dengan cepat, tetapi ia ber- usaha menahan diri dan tidak menyentakkan lampu-lampu itu dari tubuhnya dengan kasar. Bagaimana kalau kau memberitahuku di mana kita akan bertemu de- ngan kakek-kakek kita, dan aku akan menyusul kalian ke sana kalau pekerjaanku sudah selesai. Lucas Ford mengangkat bahu. Aku tidak keberatan. Ia membuka mulut untuk mengatakan sesuatu, tetapi tidak ada suara yang keluar.
Setelah berkata begitu, Lucas Ford langsung berjalan ke arah sofa yang dimaksud dan duduk di sana. Sophie tetap berdiri di tempat dan menatapnya dengan perasaan dongkol.
Saat ini ada dua hal yang bisa dilakukannya. Satu, ia bisa memberitahu Lucas Ford dengan tegas bahwa ia tidak akan 50 ikut dengan laki-laki itu ke mana pun. Dua, ia bisa meng- hajar kepala Lucas Ford dengan nampan kue dan memberi- tahunya dengan tegas bahwa ia tidak akan ikut dengannya ke mana pun.
Namun tentu saja Sophie tahu ia tidak akan melakukan kedua hal itu. Ia harus memikirkan kakeknya. Ia tidak mung- kin mempermalukan kakeknya di depan Gordon Ford. Ke- dua orang tua itu berteman baik. Sophie tidak ingin merusak persahabatan itu hanya gara-gara ia membenci Lucas Ford.
Ia mendesah keras dan memijat-mijat pelipisnya yang ber- denyut. Ia melepaskan rangkaian lampu Natal dari tubuhnya dan menjatuhkannya ke pelukan Bo. Aku pergi dulu. Tidak akan lama. Laki-laki itu sedang mem- baca salah satu brosur yang tersedia di meja kaca bulat di samping sofa. Ku- pikir Keheningan di dalam mobil terasa mencekam dan 52 membuat Lucas gelisah. Tidak berhasil. Akhirnya Lucas pun memilih ber- sikap bijak dan menutup mulutnya rapat-rapat.
Perapian besar menyala riang di ujung ruangan, membuat semua orang yang melangkah masuk merasa hangat dan nya- man. Kafe itu bertingkat dua, tetapi Lucas yakin kakeknya tidak sudi naik tangga. Pinggulnya benci tangga. Lagi pula, di lantai dasar masih tersisa meja-meja kosong.
Diam-diam ia mengembuskan na- pas lega ketika Sophie mengikutinya. Lucas melepaskan jaket dan menggantungkannya di tiang gantungan di samping perapian. Sophie tidak melakukan hal yang sama. Gadis itu duduk bersedekap di salah satu dari empat kursi berlengan empuk yang mengelilingi meja kaca antik berbentuk bulat. Ia masih mengenakan jaket dan syal- nya. Bahkan tasnya masih tergantung di bahunya. Bahasa tubuhnya menunjukkan bahwa ia sama sekali tidak berniat berlama-lama di sana.
Seorang pelayan menghampiri meja mereka dan menanya- kan pesanan. Setelah si pelayan pergi, Lucas me- lihat gadis itu melotot ke arahnya.
Lucas memilih kursi di hadapan gadis itu dan duduk ber- sandar. Lagi pula aku agak lapar. Mereka membuat scone yang enak di sini. Walaupun, tentu saja, aku yakin scone buatanmu lebih enak. Ia merogoh tas, mengeluarkan ponsel, menyen- tuh layarnya beberapa kali, lalu menempelkannya ke telinga. Lucas mengambil kesempatan itu untuk mengamati gadis yang duduk di hadapannya. Waktu sepuluh tahun telah 54 mengubah Sophie Wilson. Wajahnya yang dulu kurus ke- kanak-kanakan kini terlihat dewasa dan tajam, gerak-geriknya yang dulu canggung seperti kebanyakan anak remaja, kini terlihat anggun dan terkendali, mata cokelatnya yang dulu polos dan berkilat-kilat riang kini terlihat serius dan dingin.
Perasaan Lucas tidak enak memikirkan bahwa dirinyalah yang mungkin telah melenyapkan kehangatan di mata cokelat gelap itu. Coba telepon kakekmu. Aku ingin tahu mereka sudah sampai di mana. Ia menatap Sophie sambil berpikir. Sophie mendengar pertanyaan itu, namun tidak menjawab. Apakah Lucas Ford benar-benar tidak tahu jawaban atas per- tanyaan itu? Menurut Sophie, jawabannya sudah sangat jelas.
Matanya yang biru gelap menatap Sophie lurus-lurus. Sudah banyak anak perempuan di sekolahnya yang terpesona karena mata itu. Sophie mengernyit mengingat ia dulu juga termasuk orang yang merasa warna mata laki-laki itu sangat unik. Namun, setelah ia tahu orang seperti apa Lucas Ford sebenarnya, mata biru gelap itu pun kehilangan pesonanya.
Lucas Ford tersenyum kecil, meraih ponselnya dan meng- hubungi kakeknya. Kau ada di mana? Sophie tersenyum kecil untuk berterima kasih kepadanya sebelum pelayan itu pergi. Akan 56 kusampaikan padanya. Sophie mengembuskan napas kesal.
Jadi lupakan saja. Ia meraih poci teh dan menuangkan isinya ke dalam cangkirnya dan cangkir Sophie. Sophie memutar bola matanya, namun ia meraih cangkir itu dan menyesap tehnya yang harum. Lucas juga menyesap tehnya. Sophie mengembuskan napas dan berdiri. Ia menoleh dan melihat Lucas Ford juga sudah ikut berdiri dan sedang memegang pergelangan ta- 57 ngannya.
Setelah berpikir beberapa detik, ia men- decakkan lidah dan mengempaskan tubuh kembali ke kursi. Lucas juga duduk kembali, mencondongkan tubuh ke de- pan, menopangkan kedua siku di lutut, dan kedua tangannya saling meremas. Ia terlihat resah dan gugup. Atas semua yang pernah kulakukan dulu. Lucas mengangguk. Tapi aku tetap ingin me- minta maaf.
Apa- po kah kau akan memberikan alasan untuk membenarkan per- gs buatanmu dulu? Teman-temanku curiga dan mulai bertanya. Jadi a-aku Sementara otaknya mencerna kata-kata Lucas, ia merasa debar jantungnya melambat dan seolah-olah berhenti berdebar sama sekali. Sesuatu menusuk dadanya dan membuat Sophie menger- nyit.
Lucas Ford mengalihkan pandangan. Di dunia ini memang ada orang-orang yang tega dengan sengaja menyakiti orang lain demi menyelamatkan diri sendiri. Dan Lucas Ford adalah orang seperti itu. Well, itu bukan sesuatu yang mengejutkan, bukan? Sophie mengernyit, tidak suka mendengar Lucas Ford memanggil namanya seolah-olah me- reka adalah teman. Suaranya terdengar seperti suara orang lain di telinganya sendiri. Ia mengeluar- kan secarik uang lima puluh dolar dan menjatuhkannya ke atas meja.
Setelah itu ia mengangkat wajah menatap laki-laki itu. Ia tidak pernah merasa seburuk ini sebelumnya. Ia ingin menarik kembali kata-katanya kalau bisa. Tetapi ia juga tahu ia harus mengatakan semuanya apa- bila ia ingin Sophie Wilson mulai memaafkannya. Hanya saja sepertinya Sophie Wilson tidak berencana me- maafkannya. Gadis itu berdiri dengan perlahan, mengernyit seolah-olah tertusuk ketika Lucas memanggil namanya.
Jadi ia diam saja. Ia diam ketika Sophie men- jatuhkan selembar uang lima puluh dolar di atas meja untuk membayar bagiannya walaupun ia hanya menyesap tehnya sedikit dan sama sekali tidak menyentuh kuenya. Ia masih diam ketika Sophie mengucapkan selamat tinggal kepadanya dengan caranya yang dingin.
Dan ketika Sophie berbalik dan berjalan keluar dari kafe tanpa menoleh ke belakang lagi, Lucas tetap diam tidak bergerak. Kepalanya masih tetap tertun- 61 duk menatap setumpuk kecil CV yang ada di meja kerjanya.
Jared Newt, yang duduk di seberang meja kerja Lucas, menghentikan penjelasannya tentang kandidat-kandidat yang cocok untuk mengisi posisi kosong di Ramses. Lucas mengangkat wajah dan menyandarkan punggung ke sandaran kursi putarnya.
Kurasa kita harus menyelesaikan masalah yang mengganggumu dulu se- belum kau bisa memusatkan perhatian pada masalah pe- kerjaan. Coba ulangi pertanyaanmu.
Bukankah Miranda bisa ditenangkan dengan bunga dan kata- kata manis? Kau sudah bertunangan? Dia bahkan mengancam akan menyerahkan Ramses kepada sepupu jauhku kalau aku sampai tidak menerima pertunangan ini. Ia sengaja mempertemukan Lucas de- ngan Sophie dengan harapan Lucas bisa memanfaatkan ke- sempatan itu. Ternyata Lucas gagal. Sophie Wilson masih membencinya. Lucas mendengus.
Kau kira ini sinetron? Kakekku selalu bersikap dramatis dan aku sudah terbiasa. Jadi ancamannya tidak penting. Ia memutar-mutar kursinya dengan pelan sambil mengetuk-nge- tuk dagu dengan bolpoin.
Aku hanya sedang mengumpulkan insentif tam- bahan yang bisa kutawarkan kepadanya. Tiba-tiba Lucas mencondongkan tubuh dengan cepat dan kembali memusatkan perhatian pada CV-CV yang tersebar di meja. Ia baru hendak membuka mulut untuk memulai ketika Lucas mengangkat sebelah tangan untuk menghentikannya.
Jared mencondongkan tubuh dan membaca nama yang tertera di CV yang ditunjuk. Kau menge- nalnya? Di Madison Avenue. Lalu kenapa? Jangan khawatir kalau kalian melihat lengkungan di bagian tengah dan re- takan di bagian atasnya. Brownie yang benar memang seperti itu. Brownie-nya akan mengeras apabila sudah didinginkan. Selain sebagai tempat berkumpul dan bermain bagi anak-anak, Jump Start juga menawarkan ba- nyak hal lain, mulai dari kelas-kelas keterampilan untuk anak-anak remaja yang putus sekolah sampai bantuan kon- seling untuk anak-anak bermasalah.
Almarhum nenek Sophie dulu adalah sukarelawan aktif di sini dan kadang-kadang juga mengajak Sophie ikut membantu apabila Sophie memiliki waktu luang. Setelah neneknya meninggal dunia, Sophie pun meneruskan usaha neneknya, menjadi sukarelawan di sana dan mengajar kelas membuat kue sekali seminggu kepada anak-anak yang ingin belajar.
Sophie membungkuk untuk mengintip ke dalam oven. Lucas Ford menegakkan tubuh dan tersenyum polos. Ia sudah berhasil menghindari Lucas Ford selama hampir seminggu, bahkan sudah nyaris melupakan keberadaan laki-laki itu sam- pai kemunculannya yang mendadak hari ini. Sophie mengerutkan kening. Kenapa Lucas Ford ingin menemuinya? Kenapa laki-laki itu datang mencarinya sampai ke Brooklyn? Dan berani-beraninya George memberitahu sembarang orang—ya, Lucas Ford termasuk sembarang orang bagi Sophie—di mana Sophie berada?
Sophie tetap memberengut dan menepis tangan laki-laki itu. Kukatakan padanya aku ingin berbicara denganmu tentang dirinya. Dan menjengkelkan. Lucas Ford memandang berkeliling. Keenam peserta kelasnya masih berjong- kok di depan oven, akan tetapi perhatian mereka semua kini tertuju pada Sophie dan Lucas Ford. Namun, sudah terlambat. Alison, seperti kebanyakan anak remaja dengan daya imajinasi tinggi, langsung menangkap maksud Lucas Ford.
Matanya melebar kagum. Aku akan segera kembali. Ikut aku. Mereka melewati se- deret ruang kecil yang terlihat seperti ruang kerja. Kemudian Sophie membuka pintu di sebelah kiri dan masuk. Lucas menyusulnya dan melangkah memasuki ruangan yang ternyata sedang dalam proses renovasi. Dinding-din- dingnya belum dicat sempurna. Dua kursi berlengan dan sebuah meja dikumpulkan di tengah-tengah ruangan dan di- tutup plastik.
Kaleng-kaleng cat dan kertas-kertas koran tersebar di lantai. Lucas mengangkat alis mengamati ruangan itu. Ia memang tidak berharap Sophie akan mengajaknya ke ruang duduk yang nyaman agar mereka bisa berbicara dengan santai, tetapi ia juga tidak menduga gadis itu akan mengajaknya ke ruangan yang setengah jadi seperti ini.
Sophie mengangkat bahu acuh tak acuh. Benar juga. Ternyata itu sebabnya ia langsung memberitahu Lucas Ford di mana Sophie berada. Sophie memang sudah tahu, dan ia juga mendukung George sepenuh hati. Tetapi itu sebelum ia tahu siapa pemilik Ramses. Apakah hasil pekerjaannya baik?
Dia bisa mempelajari se- suatu dengan cepat. Aku yakin dia bisa bekerja dengan baik. Tapi kurasa kau juga tidak mengingin- kan orang yang banyak mulut dalam timmu.
Kakekmu mengajak kakekku pergi dan menyuruh kakekku tidak menjawab tele- pon. Kakekmu menculik kakekku. Sophie bersedekap. Kurasa sekarang kau juga sudah tahu. Dia sudah memutuskan men- jodohkan kita dan aku yakin dia akan terus memaksakan keinginannya sampai Tapi kurasa kita bisa mencegah kakekku ikut campur lebih jauh. Mungkin gadis itu akan marah, mungkin gadis itu akan memukulnya, mungkin juga gadis itu hanya akan berjalan keluar dari ruangan ini tanpa berkata apa-apa.
Untuk menyenangkan hatinya. Itulah yang dipikirkan Sophie sementara ia melotot me- natap laki-laki yang berdiri tenang di hadapannya. Lucas Ford lagi-lagi mengangkat kedua tangan dan meng- acungkannya ke depan dada, seolah-olah ingin menahan se- rangan Sophie.
Aku tidak mengusulkan agar kita bertunangan. Dia juga tidak akan mencari komplotan untuk membantunya. Kita semua bisa hidup tenang. Ia hanya menatap Lucas Ford dengan curiga. Sementara itu Lucas Ford juga menatapnya dengan ragu, seolah-olah ia takut Sophie akan mencakarnya atau semacamnya.
Sophie merasa masih ada alasan lain yang ingin dikatakan 73 laki-laki itu, jadi ia pun diam dan menunggu. Tiba-tiba saja kenangan menyakitkan dari masa lalu kembali terbayang. Siapa yang menyangka kejadian sepuluh tahun yang lalu masih bisa terasa menyakitkan? Suara Lucas Ford menyela jalan pikirannya. Sophie bukan martir. Kalau ia menerima usul Lucas Ford, itu karena ia tidak ingin kakak-kakaknya diganggu.
Tyler baru saja menikah dan Sophie tidak ingin kakaknya itu diganggu karena masalah dirinya. Spencer juga sudah punya cukup banyak pasien yang harus dicemaskan tanpa perlu mencemaskan Sophie. Jadi alasannya bukan karena George. Dan sudah pasti bukan ka- rena ia bersedia memberi kesempatan kepada Lucas Ford untuk membuktikan diri.
Kau boleh menentukan waktu pertemuan kita untuk minggu ini. Ia menuliskan sederet angka di bagian belakang kartu dan menyodorkannya kepada Sophie. Sophie mengangguk. Itu sudah lebih dari cukup, bukan? Apa rencanamu? Memangnya kau mau anak-anak di sini hanya makan sandwich selai kacang? Aku akan se- gera kembali. Setengah jam kemudian, Lucas Ford kembali sambil mem- bawa banyak kantong belanja—dibantu tiga orang anak laki- laki—berisi bahan makanan yang menurutnya sangat diperlu- kan dalam membuat sandwich.
Ia tidak mendapat kesulitan mengumpulkan orang-orang yang bersedia membantunya, dan kegiatan membuat camilan sore untuk anak-anak pun berubah menjadi kelas membuat sandwich dadakan.
Lucas Ford menghadapi semua itu dengan sangat baik. Ia menjawab semua pertanyaan dengan sabar, memberikan petunjuk-petunjuk dengan jelas, dan sesekali melontarkan 76 lelucon yang membuat semua orang tertawa.
Semua orang menyukai Lucas Ford. Semua orang, kecuali Sophie. Kekesalan Sophie terbit. Ini tidak adil. Kenapa hanya Sophie yang tahu siapa Lucas Ford sebenarnya? Kenapa orang-orang lain tidak bisa melihat apa yang dilihat Sophie?
Rasanya tidak adil Lucas Ford bisa dengan mudah men- dapatkan perhatian dan rasa suka semua orang mengingat apa yang pernah dilakukannya pada Sophie dulu. Ayo, teruskan pekerjaanmu. Ia menoleh dan melihat laki-laki itu menatapnya dengan alis terangkat. Nada suaranya terdengar ketus walaupun ia sudah berusaha mengendalikan diri. Lucas Ford tersenyum kecil. Ia baru saja berjalan menyusuri trotoar di depan gedung Jump Start ketika ia mendengar pintu depan terbuka lagi dan suara Lucas Ford yang memanggil namanya.
Sophie mempercepat lang- kah. Namun, tiba-tiba saja ia merasa sikunya ditarik dan 77 tubuhnya berputar di luar kehendaknya. Lucas Ford melepaskan cengkeramannya di siku Sophie dan menjejalkan kedua tangan ke saku jaket. Sophie mengembuskan napas dengan kesal.
Bukankah semua orang bersenang-senang? Raut wajah Lucas Ford berubah dan otot rahangnya ber- kedut. Kekesalan- nya semakin besar dan ia tidak bisa mengendalikan mulutnya.
Kenapa mereka menyukai- mu? Kenapa hanya aku yang membencimu? Apakah aku salah? Apakah kau sebenarnya tidak seburuk yang kuduga?
Tiba-tiba saja aku merasa buruk karena menjadi satu-satunya orang yang membencimu. Kemudian aku harus mengingatkan diriku sendiri bahwa aku tidak salah. Aku punya alasan mem- bencimu. Aku berhak membencimu. Aku membencimu atas 78 apa yang pernah kaulakukan padaku dan aku membencimu karena membuatku meragukan diriku sendiri! Napasnya berubah menjadi kepulan uap putih yang dengan cepat menghilang di udara.
Namun, ia tidak bisa bereaksi. Selama beberapa saat tidak terdengar apa pun di sekeliling mereka, selain desiran angin yang samar dan suara klakson mobil di kejauhan. Jalanan sepi, tidak ada mobil yang lewat. Hanya ada mereka berdua dan seorang pejalan kaki di tro- toar seberang jalan. Sophie Wilson menarik napas dalam-dalam dan mengem- buskannya dengan perlahan. Manusia bisa berubah, Sophie. Kau bo- leh Sophie Wilson mendengus, namun seulas senyum samar tersungging di bibirnya.
Senyum itu pertanda baik, bukan? Walaupun senyum itu muncul dan menghilang dalam waktu sepersekian detik. Walaupun senyum itu mungkin hanya hasil imajinasi Lucas sendiri. Kau kubiarkan lolos hari ini.
Gadis itu menyebut nama Lucas untuk pertama kali- nya. Itu juga pertanda baik. Kali ini Lucas tidak menghentikannya ketika Sophie ber- balik dan mulai berjalan menyusuri trotoar. Lucas tersenyum kecil. Lucas tetap berdiri di tempat dan tersenyum me- mandangi punggung gadis itu sampai menghilang di sudut jalan.
Lucas menatap ponselnya yang tergeletak di meja sarapan dan mendesah. Dua hari sudah berlalu sejak pertemuan me- 82 reka di Jump Start dan gadis itu belum menelepon. Tetapi, apakah hal itu mengejutkan? Sama sekali tidak. Lucas tidak tahu kenapa ia berharap Sophie Wilson meneleponnya, pada- hal ia yakin gadis itu tidak akan menelepon. Lucas mendecakkan lidah, meraih surat kabar pagi, lalu menyesap kopinya. Awalnya ia ingin membiarkan gadis itu yang menentukan langkah selanjutnya, karena Lucas tidak ingin mengambil risiko membuat kesalahan apa pun.
Tetapi kini, setelah melihat Sophie Wilson sepertinya tidak berniat melakukan apa-apa, mungkin Lucas yang harus mengambil tindakan lebih dulu. Dan berikan surat kabarnya kepadaku. Lucas melipat kembali surat kabar yang sedang dibacanya dan menyodorkannya ke- pada kakeknya setelah kakeknya duduk di hadapannya di meja sarapan. Kakeknya mendecakkan lidah. Ketika aku seumurmu, Nak, aku bisa dengan mu- dah mendapatkan gadis mana pun yang kuinginkan.
Jadi kami baik-baik saja. Aku punya nomor teleponnya. Kau mau Aku tahu apa yang harus kulakukan. Lucas baru hendak membalas ketika ponselnya mendadak berdering. Ia merampas ponselnya dengan cepat dan mem- baca nama yang muncul di layar. Bahunya melesak. Ternyata bukan telepon yang ditunggu-tunggunya. Mendengar nama Miranda, kakek Lucas langsung ber- deham dan membaca surat kabar dengan wajah membere- ngut.
Lucas hanya tersenyum kecil melihat sikap kakeknya. Bukankah temanmu pernah mengundang kita menghadiri pembukaan pameran lukisannya? Pembukaannya hari ini, bukan? Di Williamsburg? Simon memang mengundang mereka, te- tapi Lucas tidak pernah berkata ia akan hadir, terlebih lagi bersama Miranda. Lagi pula, sebenarnya hari ini ia malas pergi ke mana-mana, lebih memilih menyibukkan diri di Ramses. Tetapi ketika ia melirik ke arah kakeknya yang pura-pura membaca surat kabar namun sebenarnya sedang menguping pembicaraannya, Lucas pun memutuskan mengganggu kakek- nya sedikit.
Dia tidak keberatan aku pergi bersama wanita lain. Sama seperti aku tidak keberatan dia pergi bersama pria lain. Kami sepakat 85 menjalin hubungan terbuka seperti itu. Lebih menyenangkan. Senyum Lucas melebar puas. Satu angka untuknya.
Namun, kepuasan Lucas tidak bertahan lama. Ia berusaha memasang raut wajah tertarik menatap lukisan tidak jelas bebercak-bercak hitam dan berbintik-bintik ku- ning yang tergantung di dinding di hadapannya, padahal se- benarnya ia merasa bosan setengah mati.
Ia termasuk orang yang lebih menghargai ke- indahan karya seni zaman dulu seperti lukisan-lukisan Rembrant dan Vermeer. Namun, seni kontemporer? Ia tidak pernah bisa mengerti. Melihat banyaknya orang yang menghadiri acara pem- bukaan pameran lukisan ini, sepertinya Simon Art cukup sukses dan karya-karyanya cukup dikagumi. Namun, jujur saja, Lucas tidak akan datang ke acara seperti ini kalau bu- kan gara-gara Miranda. Miranda tertawa kecil dan menggeleng-geleng. Senang sekali kau bisa hadir. Simon Art menghampiri mereka dengan langkah lebar dan senyum yang sama lebarnya.
Wajahnya yang bulat dan riang terlihat kemerahan, entah karena ruangan yang terlalu hangat karena banyaknya orang yang hadir atau karena ia sudah mi- num terlalu banyak. Dia sangat menyukai lukisan di belakang kami ini. Hari ini ia tidak mengemudi, jadi minum sedikit tidak apa-apa. Sementara ia menunggu bartender menyiapkan minuman, ia mendengarkan percakapan orang-orang di se- kelilingnya. Ia menoleh cepat dan mengedarkan pandangan ke sekeliling ruangan, mencari- cari.
Beberapa detik kemudian matanya menemukan sosok yang dicarinya. Sophie Wilson berdiri di antara sekelompok orang tidak jauh dari bar. Lucas me- lihatnya berjabat tangan dengan beberapa orang sambil ter- senyum sopan. Pria bertubuh tinggi dan berwajah Asia yang berdiri tepat di samping Sophie menempelkan telapak ta- ngannya di bagian bawah punggung Sophie, lalu mencon- dongkan tubuh untuk mengatakan sesuatu di telinga Sophie.
Mata Lucas menyipit. Minuman Anda. Ia menerima gelas itu, menggu- mamkan terima kasih, dan kembali berbalik menatap Sophie dan pria yang masih menyentuhnya. Apa katanya tadi? Sophie menggeleng. Kau mengobrol saja de- ngan teman-temanmu. Aku tidak akan lama. Tiba di depan bar, ia tersenyum kepada bartender dan meminta segelas anggur putih.
Matanya melebar melihat Lucas Ford yang mendadak sudah berdiri di sampingnya. Ia menerima segelas anggur putih yang disodorkan bartender dan mengucapkan terima kasih. Setelah itu ia menyingkir ke samping, memberi jalan kepada orang lain yang ingin memesan minuman. Tiba-tiba ia merasa sikunya disentuh.
Sophie memutar bola matanya, namun tetap berdiri di tempat. Beberapa hari yang lalu, ia mungkin lebih memilih kembali bergabung dengan Nic dan mendengarkan pembi- caraan membosankan tentang seni daripada berdiri di sini bersama Lucas Ford. Namun, setelah pertemuan di Jump Start, ada sesuatu yang berubah di antara mereka.
Your Rating:. Your Comment:. Great book, In a Blue Moon pdf is enough to raise the goose bumps alone. Add a review Your Rating: Your Comment:.
Myer by Ilana C. Blue Moon by Lee Child. Blue Moon by James Ponti. Blue Moon by Tess Thompson. Blue Moon Rising by Simon R. Once in a Blue Moon by Eileen Goudge.
0コメント